Hujan turun deras sekali sore ini. Dan aku masih duduk di sini. Di halte Bus, menunggu pacar ku yang belum juga
datang, padahal dia janji akan menemuiku di sini jam empat sore. Dan sekarang?? sudah jam lima lewat. Aku mulai bosan menunggu,
lama-lama aku kesal juga.
Beberapa
menit kemudian, aku melihat seseorang berpayung merah berlari ke arah halte. “nah Itu dia!” pikirku.
Ia
menghampiriku dengan napas terengah-engah. Setelah menaruh payung dan mengatur
napasnya, ia melihat ke arahku “maaf
sya.., aku terlambat…lagi” katanya.
“oh, iya gak masalah kok wan, yang penting
kau datang” kataku sambil tersenyum pada Iwan.
Dan
sekarang kami diam. Aku
dan Iwan berdiri di
halte berdua. Hanya berdua. kami sama-sama diam dan memperhatikan hujan. sampai
akhirnya Iwan
mengatakan sesuatu.
“Tasya.., maaf, selama ini yang bisa kulakukan
hanya menyakitimu” kata Iwan,
sambil menatap air hujan yang jatuh dari langit.
Aku diam
saja. Jantungku berdebar cepat sekali menunggu Iwan melanjutkan kata-katanya.
Perasaanku mulai tidak enak.
Iwan beralih menatapku dengan serius.
“Tasya, maaf…tapi aku rasa kita hanya sampai di
sini”
aku rasa kita hanya sampai di
sini…
Kalimat itu terasa bagaikan pukulan keras bagiku. Kenapa?? apa
salahku??aku tidak mau. Sekarang aku menatapnya, dan butiran-butiran air mata
pun mulai berjatuhan ke pipiku.
“iwan.. kenapa??”
tanyaku dengan suara bergetar. Aku tidak bisa mengatakan apa-apa lagi selain
itu. Suaraku tenggelam oleh tangisan.
“aku rasa
sekarang ini aku lagi tidak ingin pacaran dulu” kata iwan.
“kenapa??
Kenapa wan? Aku…” sebelum aku selesai bicara, ia memotong perkataanku.
“maaf..,
makasih tasya…” ujarnya.
mengambil
payung merahnya, dan pergi menembus hujan.
Sementara aku?? Aku berdiri mematung tanpa suara.
Setelah menunggu di sini, ternyata ia datang untuk mengakhiri semuanya. Yang bisa kulakukan hanya menangis, dan
menangis. Sekarang aku jadi teringat semuanya. Semua memori berhargaku
bersamanya. Dan itu membuat air mataku mengalir semakin deras.
“sya.. jangan nangis sya..!”
ujarku pelan, berusaha menyemangati diriku sendiri. Tapi aku tidak bisa
berhenti menangis.
“tasya, mulai sekarang lupakanlah dia
ayo lupakan…lupakan iwan…lupakan…lupakan…”
[tomorrow at school]
“tasya!!” panggil shella temanku sambil
mendekatiku. Aku sedang duduk sendiri di pinggir lapangan.
“hei, kau kenapa??” tanya shella sambil cemberut,
melihatku berwajah pucat, dan bermata sembab karena menangis semalaman.
“aku tidak apa apa kok” kataku
sambil berusaha tersenyum. Dan senyumku pun pudar begitu Iwan datang.
Aku terdiam memandanginya yang sedang mengobrol dan tertawa bersama
temannya.
“Iwan.., kulihat kau bahagia
tanpa aku, kau kelihatan baik-baik saja. apa selama ini aku tidak ada artinya sama sekali??” kataku dalam hati, dan aku pun
menangis lagi.
Sulit sekali bagiku untuk
melupakannya, perasaan itu masih ada.
“tasya,kalau ada apa-apa cerita saja
padaku” kata Shella lalu
memelukku. Aku pun memeluk
shella, dan menangis di pelukan sahabatku itu. Aku tidak peduli sekarang
aku ada di pinggir lapangan dan dilihat oleh banyak orang. Pokoknya hatiku
sakit, aku ingin menangis.
“Aku tidak peduli iwan.., aku tidak peduli kau sudah
tidak mencintaiku lagi atau sudah melupakanku. Aku tidak akan pernah
melupakanmu. Saranghae…”