Seperti pada kisah-kisah yang lain, penyesalan selalu datang
terlambat. Dan itulah yang kurasakan sekarang. Dulu aku punya seseorang yang mencintaiku dengan seluruh
hatinya. Dia selalu memperhatikanku walaupun aku tidak pernah tahu. Dia selalu
menyemangatiku walaupun aku merasa tidak membutuhkannya.
Aku tidak tahu apa-apa tentang perasaannya. Namun setelah aku
tahu, aku memutuskan untuk tidak peduli. Sampai akhirnya dia datang padaku
sambil Memberitahu tentang awal bagaimana ia menyukaiku, memperhatikanku serta
bagaimana rasanya tidak diperdulikan seperti ini.
Hatiku bergeming ketika mendengar pengakuannya yang memilukan hati
itu. Seharusnya aku membalas perasaannya─atau setidaknya menghargainya. Tapi mau bagai mana lagi. Yang namanya masa lalu tidak dapat diubah
dan akan tetap terlukiskan sebagaimana adanya.
Aku merasa sangat sedih ketika melihatnya perlahan menjauhi diriku.
Dia adalah salah satu teman baikku yang selalu ada untukku. Namun aku tidak
peduli pada perasaannya. Setelah
merasakan ketidakhadirannya selama berbulan-bulan, aku merasakan ada sesuatu
yang kurang. Seperti ada yang diambil. Lalu kuyakinkan diriku sendiri, “Hei, kau tidak jatuh cinta padanya kan?”
Jika aku tidak jatuh cinta padanya, mengapa hatiku selalu merasa
ngilu saat melihatnya bersama perempuan
lain? Setiap hari aku
selalu melihatnya menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Mengobrol, makan
bersama atau melakukan hal-hal yang biasa dilakukan anak laki-laki. Perlahan aku merasa
mataku menjadi buta. Karena hanya dia yang dapat kulihat dalam penglihatanku. Tak ada yang dapat kulakukan. Aku hanya bisa duduk sendirian di sini memandanginya sambil berdoa. Semoga dia
masih bisa memberikanku kesempatan.
Aku ingin memperbaiki segalanya. Aku tahu aku telah menyia-nyiakan
orang yang mencintaiku dengan tulus bahkan
menyakitinya. Jika ada peringkat orang paling bodoh sedunia, maka akulah yang
menempati peringkat pertama. Karena aku dengan
bodohnya sudah membuang orang yang begitu
mencintaiku dengan tulus.
Ingin rasanya aku melakukan sesuatu. Aku tidak ingin terus menerus
duduk di sini dan menyesali semuanya. Akhirnya
dengan keberanian yang selama ini kukumpulkan, aku bangkit dan mulai berjalan
ke arahnya. Namun tiba-tiba aku berhenti karena sesuatu. Mataku terus berpaut pada dirinya yang sedang bersama perempuan lain. Perlahan kutundukkan kepalaku. Aku
tidak mampu melihatnya bersama perempuan
lain tepat di depan mataku.
Ketika perempuan
itu membuka lebar-lebar kedua tangannya, dia dengan senang hati memberinya sebuah
pelukan hangat. Ketika perempuan
itu tersenyum, tanpa tanggung-tanggung dia berikan senyuman yang dulu hanya dia
berikan untukku. Hatiku terasa
sakit melihat pemandangan itu. Aku merasa hatiku ditusuk-tusuk. Aku merasa
jiwaku telah mati. Jika dia dapat
memberiku kesempatan, aku dapat mencintainya lebih dari ini. Dalam hati aku bertanya-tanya.
Sebenarnya dia ini betul-betul melihatku atau hanya berpura-pura untuk
mempermainkan perasaanku?
Jika aku
berteriak memanggil namanya, akankah dia berpaling dan mulai melihatku? Akankah
dia berjalan ke arahku dan mau memulai semuanya dari awal lagi?
Mungkin dia tidak berniat untuk membuka hatinya lagi. Karena aku dapat melihatnya
bersama perempuan itu
lagi. Sedang memeluknya dengan
erat. Seketika badanku
lemas. Hatiku terasa perih. Bertambah perih ketika aku menyadari bahwa semuanya
terjadi karena perbuatanku. Aku
berusaha sekuat tenaga untuk tidak terjatuh
meskipun kakiku telah bergetar hebat. Ketika melihat laki-laki itu telah pergi, aku mengumpulkan
segenap kekuatanku. Aku melangkah ke arahnya. Dia membulatkan matanya saat
melihatku namun dia tidak pergi. Mungkin dulu aku tidak pernah melakukan
apa-apa. Aku tidak punya kata-kata yang seharusnya aku katakan. Namun sekarang
aku akan mengatakannya.
“Aji…”
Aji hanya terdiam sambil memandangiku.
“Aku minta maaf atas semua yang kulakukan padamu. Aku salah telah
membuangmu orang yang
telah mencintaiku dengan tulus. Seandainya aku bisa memutar waktu kembali, aku
akan memperlakukanmu sebaik mungkin. Karena aku ingin supaya kau tetap
tinggal…”
Dia hanya terdiam. Menatap ke arah wajahku, namun pandangannya
terlihat kosong. Seperti sedang berusaha menghadang ribuan jarum yang seakan
siap menembus jantungnya kapan saja. Matanya menyiratkan guratan kesedihan yang
menyakitkan. Tak ada satu pun kata
yang keluar dari mulutnya. Seseorang
yang bernama ahmad
prasetyo aji itu tetap terdiam di
hadapanku. Membuatku merasa makin bersalah.
Mungkin dia terlanjur sakit hati. Saking sakitnya ia tak mampu
berkata apa-apa padaku. Saking sakitnya bahkan ia tak mau menatap ke dalam bola
mataku. Rasa penyesalan kian
tumbuh membesar di hatiku. Mata yang menyiratkan kesedihan itu pun seakan
menularkan rasa sakitnya kepadaku. Aku
sedikit terkejut saat melihat setitik air berada di ujung pelupuk
mata aji. Dia
membiarkan air matanya jatuh begitu saja. Rasa sakit kembali menerpa jantungku.
Menghantamnya keras-keras dan menghancurkannya dalam sekejap. Perlahan-lahan kuhirup udara.
Membiarkannya mengalir ke seluruh tubuhku sebelum akhirnya aku berbicara.
“Mungkin kau tidak bisa memaafkanku secepat ini. Tapi aku benar-benar
menyesal atas yang telah terjadi,…” ucapku perlahan. “Jika kau tidak memaafkanku, itu tidak
apa-apa. Namun aku tetap berharap kau akan memaafkanku suatu hari.”
Akhirnya aku pergi dari hadapan Aji. Meninggalkan laki-laki
itu di koridor sekolah yang sepi ini. Meninggalkan aji demi kebahagiaanya. Meninggalkan aji dengan suatu harapan
kecil di hatiku. Semoga aji
mau memejamkan matanya sejenak, meresapi semua perkataanku dan mau mengucapkan
sepatah kata memaafkan dari mulutnya.
Semoga ia mau mengembalikan waktu seperti yang dulu walaupun aku
merasa itu tidak mungkin terjadi. Dan aku ingin selalu mencintainya, bahkan
lebih dari ini.